TIMES GOWA, JAKARTA – Deru musik tradisional bercampur dengan aroma kuliner Nusantara memenuhi udara di Komplek Bukit Jambul, Penang, Malaysia, Sabtu–Minggu (9–10/8/2025). Ribuan pengunjung, baik WNI maupun warga lokal, berdesakan menyaksikan Festival Budaya Nusantara 2025.
Dua hari penuh, suasana kawasan itu berubah menjadi miniatur Indonesia. Ada panggung tarian, alunan musik angklung, hingga sajian kuliner khas dari berbagai daerah.
Festival yang digagas oleh Pertubuhan Masyarakat Indonesia (Permai) Penang itu dibuka secara resmi dengan dentingan gong. Konsul Jenderal RI Penang Wanton Saragih bersama Eddy Virgo memukul gong di hadapan para tamu kehormatan. Hadir pula YB Wong Hon Wai, EXCO Negeri Penang Bidang Pariwisata & Ekonomi Kreatif, Dato’ KH Chan selaku pemilik Bukit Jambul Mall, serta Tuan Azmin Sadaruddin, CEO MYDIN Northern Region.
Lebih dari Sekadar Hiburan
Dalam sambutannya, Konjen RI Penang Wanton Saragih menegaskan bahwa festival ini sarat makna. “Acara istimewa ini bukan hanya merayakan Hari Kemerdekaan ke-80 Indonesia dan ke-68 Malaysia, tetapi juga bukti nyata persaudaraan kedua bangsa. Festival ini menumbuhkan semangat kebersamaan, memperkuat people-to-people relations, hingga membuka peluang investasi di pariwisata dan UMKM,” katanya.
YB Wong Hon Wai pun menambahkan, festival ini sejalan dengan upaya melestarikan budaya sekaligus menggerakkan pariwisata. “Pelestarian budaya adalah tugas bersama. Setelah sukses dengan pengakuan Kebaya Nyonya Malaysia oleh UNESCO, kini festival ini menjadi jembatan silaturahmi."
"Apalagi Penang–Indonesia kini terhubung 56 penerbangan mingguan! Tahun depan adalah Tahun Pariwisata Malaysia, mari kita tingkatkan kolaborasi,” ujarnya.
Diaspora Menjaga Identitas Bangsa
Bagi Eddy Virgo, Presiden Permai Penang, festival ini menjadi bukti nyata peran diaspora Indonesia. “Meski jauh dari tanah air, kita tetap mencintai dan melestarikan budaya Indonesia. Festival ini bukan hanya hiburan, tetapi cara memperkenalkan nilai luhur Nusantara kepada dunia. Semoga semangat ini terus hidup di hati generasi muda,” ucapnya penuh semangat.
Sejak siang hingga malam, panggung tak pernah sepi. Tari Kecak dari Sanggar Bimbingan Permai Penang membuka gelaran, disusul Tari Tor-Tor oleh Sri Kandi Himasu, dan pertunjukan “Gebyar Indonesia” oleh Sanggar Sangrila.
Mahasiswa Arumbaraya dari AIU menampilkan alunan angklung yang membuat penonton ikut bergoyang. Sementara itu, fashion show kebaya Nusantara anak-anak berhasil mencuri perhatian, memadukan tradisi dan modernitas di atas catwalk sederhana.
Tak hanya mata yang dimanjakan, lidah pun dimanjakan oleh aroma kuliner. Bika Ambon Zulaikha, pempek Palembang, es pisang ijo khas Makassar, hingga ragam makanan tradisional lainnya membuat antrean panjang di stan kuliner. Setiap gigitan seakan mengingatkan diaspora pada kampung halaman.
Simbol Persahabatan Dua Bangsa
Dua hari festival ini membuktikan bahwa budaya mampu merangkul semua kalangan. Tidak hanya WNI yang rindu tanah air, tetapi juga warga Malaysia yang antusias mencoba makanan, belajar tarian, dan berfoto dengan busana tradisional Indonesia.
Dengan antusiasme tinggi, Festival Budaya Nusantara 2025 bukan sekadar panggung seni dan kuliner. Ia adalah simbol persahabatan Indonesia–Malaysia yang terus terjalin, sekaligus pesan bahwa identitas bangsa bisa tetap terjaga, meski berada jauh di negeri seberang. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Penang Jadi Miniatur Indonesia di Festival Budaya Nusantara 2025
Pewarta | : Theofany Aulia (DJ-999) |
Editor | : Deasy Mayasari |