TIMES GOWA, PADANG – Perubahan iklim yang terus berlanjut dan naiknya suhu bumi akibat meningkatnya emisi gas rumah kaca (GRK) telah membawa dampak serius terhadap berbagai sektor, termasuk pertanian. Data terbaru menunjukkan bahwa suhu bumi mencapai puncak panasnya pada April 2024, dengan suhu rata-rata di Indonesia sebesar 27,74°C, lebih tinggi dari periode yang sama pada tahun-tahun sebelumnya.
Kondisi ini semakin mengkhawatirkan dengan datangnya musim kemarau pada Mei 2024, yang diprediksi akan memperburuk risiko kekeringan, kebakaran hutan, dan kekurangan air di berbagai wilayah Indonesia. Dampak dari perubahan iklim ini sangat berpotensi mengganggu sektor pertanian, yang menjadi tumpuan ketahanan pangan nasional.
Dari banyak penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa produksi pangan, terutama padi, berada dalam ancaman besar akibat perubahan iklim. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah memperingatkan bahwa jika suhu bumi terus naik, produksi padi di Indonesia bisa menurun drastis, bahkan hingga 50% pada tahun 2100.
Penurunan produksi ini akan membawa dampak ekonomi yang sangat besar, dengan potensi kerugian mencapai puluhan triliun rupiah. Selain itu, peningkatan suhu bumi juga berdampak pada menurunnya kemampuan fisik para petani, yang berkontribusi langsung pada penurunan produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian.
Dalam menghadapi tantangan ini, pemerintah Indonesia perlu merumuskan strategi antisipasi, mitigasi, dan adaptasi yang komprehensif. Selama ini, langkah antisipasi yang diambil, seperti penyediaan pupuk bersubsidi dan peringatan dini bencana, masih belum cukup.
Diperlukan perencanaan pengembangan infrastruktur pertanian, seperti jaringan irigasi yang lebih baik, serta penyesuaian tata guna lahan yang sesuai dengan kondisi iklim yang berubah. Selain itu, peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam memahami dan menghadapi perubahan iklim juga sangat penting.
Mitigasi juga harus menjadi fokus utama dalam mengurangi dampak perubahan iklim. Selain metode penyiapan lahan tanpa bakar, yang sudah dilakukan, pemerintah perlu mendorong penggunaan varietas tanaman yang rendah emisi, pengembangan biofuel, serta pemanfaatan pupuk organik dan biopestisida. Upaya ini dapat membantu menurunkan emisi GRK dari sektor pertanian dan meningkatkan daya tahan terhadap perubahan iklim.
Di sisi lain, adaptasi teknologi juga perlu diterapkan secara luas, khususnya dalam pengelolaan tanaman pangan. Penyesuaian pola tanam, penggunaan varietas unggul yang tahan kekeringan dan banjir, serta pemanfaatan lahan yang lebih efisien harus diimplementasikan dengan lebih efektif.
Namun, adaptasi tidak bisa hanya terbatas pada aspek teknis; diversifikasi sumber pangan menjadi langkah krusial lainnya. Indonesia perlu mengembangkan dan mempromosikan berbagai sumber pangan lokal yang lebih tahan terhadap perubahan iklim, sehingga ketahanan pangan nasional tetap terjaga di tengah kondisi iklim yang semakin tidak menentu.
Dengan strategi antisipasi, mitigasi, dan adaptasi yang tepat, sektor pertanian Indonesia dapat terus bertahan dan berkontribusi pada ketahanan pangan meski menghadapi tantangan besar dari perubahan iklim. Pemerintah, petani, dan seluruh masyarakat harus bersinergi dalam menghadapi ancaman ini demi masa depan pertanian yang lebih berkelanjutan dan ketahanan pangan yang terjamin.
Perubahan iklim telah memberikan dampak signifikan terhadap sektor pertanian, terutama tanaman pangan. Oleh karena itu, strategi antisipasi, mitigasi, dan adaptasi sangat diperlukan untuk menghadapi tantangan ini.
Pemerintah harus menyusun dan mengimplementasikan langkah-langkah yang komprehensif, seperti memperkuat pengembangan infrastruktur pertanian, menyesuaikan jenis tanaman dengan daya dukung lahan, serta meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (SDM) di sektor pertanian.
Selain itu, pengurangan emisi gas rumah kaca, penerapan teknologi adaptif, dan diversifikasi pangan pokok sesuai dengan potensi lokal juga harus menjadi prioritas. Langkah-langkah ini penting untuk menjaga ketahanan pangan nasional dan mendorong pembangunan pangan menuju kedaulatan dan kemandirian pangan. (*)
***
*) Oleh : Rahmi Awallina, S.TP., MP., Dosen Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Strategi Bertahan dan Beradaptasi di Tengah Pemanasan Global
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |